Melihat salah seorang teman yang mengedarkan formulir pendaftaran bakal calon anggota legislatif pada teman lainnya, saya jadi penasaran juga. Dia aktifis salah satu partai biru bernuansa Islam (tebak sendiri ya?). Setelah saya lihat sekilas formulir tersebut, Lho kok el-ha-o ka-o-ka, ada slip kwitansinya ternyata. Ya, kita harus membayar untuk dapat mengisi formulir tersebut.
Teman saya itupun menawarkan formulir tersebut pada saya. Tetapi saya bilang kalo saya cuma mau jadi capres (sambil guyon tentunya). Berapa yang harus dibayar?, saya sudah tidak lagi tertarik. Ini kan cuma "bakal", diembel-embeli "sementara" pisan.
Apa mereka kekurangan kader ya sampe harus bagi-bagi formulir yang semua orang bisa membayarnya. Atau mereka cuma mencari dana?. Wallahua’lam, ane mah ga mau su’udzon.
Yang saya tahu dalam Islam sendiri kita tidak boleh mencalonkan diri. Orang lainlah yang memilih kita sesuai kapabilitas dan kriteria. Contohnya pada pemilihan khalifah Abu Bakar Rodiyallahu’anh sepeninggal Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wasallam, padahal jasad Nabi Shalallahu’alaihi wasallam belumlah dikuburkan. Juga pada pemilihan khalifah selanjutnya sebelum dinasti Umayyah berdiri.